Prasasti Ciaruteun merupakan salah satu prasasti yang berasal dari jaman raja Purnawarman yang menguasai kerajaan Tarumanagara pada abad ke-5 Masehi. Prasasti ini bertuliskan huruf Palawa dan berbahasa Sansakerta.
Prasasti ini terletak di pinggir sungai Ciaruteun. Pada prasasti ini terdapat lukisan laba-laba dan tapak kaki yang dipahatkan pada tulisannya. Bacaannya terdiri atas empat baris yang ditulis dalam bentuk puisi. Isi dari prasasti Ciaruteun yang terbuat dari batu andesit adalah "srimarah purnavarmanah, tarumanagarendrasya, visnor iva padadvayam", yang berarti "Ini (bekas) dua kaki yang seperti kaki dewa Wisnu, ialah kaki yang mulia Sang Purnawarman, raja di negari Taruma, raja yang gagah berani di dunia".
Pada tahun 1981, prasasti ini dipindahkan ke tempat yang datar dan telah dibuatkan cukup pengaman. Prasasti ini juga telah tercatat dalam laporan kepurbakalaan Jawa Barat pada tahun 1914. Pada permulaan tahun 2003, prasasti ini dipindahkan ke sebuah bangunan yang bergaya Joglo yang berada di tepi sungai Ciaruteun, desa Ciampea, Bogor.
Candi Cangkuang
Candi Cangkuang berdiri di atas puncak bukit Pulo Panjang, berukuran 4,5 x 4,5 m2 dengan pintu candi menghadap ke timur. Untuk mencapai pintu candi, harus menaiki sepuluh anak tangga terlebih dahulu. Di dalam candi Cangkuang terdapat sebuah patung dewa Siwa yang sedang duduk bersila. Tangan dan beberapa bagian tubuh patung tersebut sudah tidak utuh lagi. Patung yang dapat diangkat dan dipindahkan ke tempat lain tersebut, menyatu dengan lempengan penutup sumur yang ada di dalam candi. Jika patung diangkat maka akan tampak sumur candi yang dalam dan gelap. Sumur ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan abu jenazah.
Candi Cangkuang diperkirakan merupakan bangunan peninggalan abad VII Masehi. Perhitungan tahun ini didasarkan pada perhitungan usia kelapukan batu candi dan relief garis candi yang masih sederhana. Diperkirakan candi tersebut berasal dari jaman Kerajaan Pajajaran, karena belum ditemukan prasasti dan keterangan tertulis yang dapat memastikan keberadaannya.
Sejarah penemuan candi Cangkuang dimulai sekitar tahun 1893. Pada waktu itu di kecamatan Karang Pawitan (berjarak sekitar 20 km dari Cangkuang) ditemukan sebuah kitab kuno berjudul Batavia Guinneskoop yang ditulis orang Belanda bernama Voderman. Di dalam kitab tersebut ada cerita mengenai keberadaan sebuah patung Syiwa dan makam Arif Muhammad di daerah Cangkuang. Pada tanggal 9 Desember 1966, seorang arkeolog Islam bernama Uka Tjandrasasmita mengadakan penelitian ke daerah Cangkuang dan menemukan batu-batu bekas reruntuhan bangunan dan sebuah patung Siwa seperti yang diungkapkan Voderman. Oleh karena itu, Uka Tjandrasasmita dianggap sebagai penemu Candi Cangkuang.
Gedung Merdeka
Gedung Merdeka terletak di jalan Asia Afrika nomor 65 Bandung. Gedung ini dibangun untuk pertama kalinya pada tahun 1895. Pada waktu itu hanya berupa bangunan sederhana yang digunakan sebagai semacam warung kopi. Selanjutnya, secara berturut-turut, yakni pada tahun 1920 dan 1928, gedung tersebut direnovasi sehingga menjadi gedung dalam bentuk yang sekarang.
Pembangunan gedung tersebut terakhir dilakukan dengan rancangan yang dibuat oleh dua orang arsitek berkebangsaan Belanda bernama Van Gallen Last dan C.P. Wolff Schoemaker. Keduanya adalah guru besar pada Technische Hogeschool (Sekolah Teknik Tinggi), yaitu yang sekarang dikenal sebagai ITB.
Pada waktu itu, gedung yang diberi nama Sociteit Concordia ini dipergunakan sebagai tempat rekreasi oleh sekelompok masyarakat Belanda yang berdomisili di kota Bandung dan sekitarnya. Mereka adalah para pegawai perkebunan, perwira, pembesar, pengusaha, dan kalangan lain yang cukup kaya. Pada hari libur, terutama di malam hari, gedung ini dipenuhi oleh mereka untuk menonton pertunjukan kesenian, makan malam, dan hiburan lainnya. Sociteit Concordia termasuk gedung paling mewah bila dibandingkan dengan gedung-gedung Sociteit lainnya yang ada di kota Bandung.
Gedung Perundingan Linggarjati
Bangunan ini terletak di desa Linggarjati, kecamatan Cilimus, yang berada di di kaki gunung Ciremai bagian tenggara. Lokasinya berjarak kira-kira 14 km arah utara dari kota Kuningan, atau kira-kira 26 km arah selatan dari kota Cirebon.
Pada tanggal 11 s.d. 15 November 1946, bangunan ini dipergunakan sebagai tempat perundingan antara pemerintah Indonesia dengan Belanda. Dr. Van Boer merupakan perwakilan dari Belanda, sedangkan pihak Indonesia diwakili oleh Perdana Menteri Sutan Syahrir dengan didampingi oleh Gani Susanto Tirtodirojo dan Mr. Mohamad Roem. Yang berlaku sebagai penengah dalam perundingan ini adalah kerajaan Inggris yang diwakili oleh Lord Killearn.
Perundingan tersebut menghasilkan naskah Perjanjian Linggarjati yang terdiri atas 17 pasal, yang selanjutnya ditandatangani di Jakarta pada tanggal 25 Maret 1947.
Gedung Sate
Gedung yang dibangun pada tahun 1920 ini merupakan karya monumental maestro hasil rancangan arsitek besar, yaitu Ir. Gerber. Dengan gaya bangunan Italia di jaman Renaissance, bangunan ini memberikan kesan anggun, megah, monumental, indah dan unik.
Gedung ini dinamakan Gedung Sate karena di puncak gedung tersebut terdapat ornamen berbentuk sate yang terdiri atas enam bidang berbentuk bundaran. Keenam bundaran yang kemudian melambangkan sate itu memiliki arti enam gulden, yang berarti pemerintah saat itu menghabiskan dana sebesar enam juta gulden untuk membangun gedung tersebut.
Selain itu, Gedung Sate juga mempunyai nilai historis dalam masa perang kemerdekaan. Pada tanggal 3 Desember 1945, tujuh orang pemuda yang berjuang mempertahankan bangunan ini gugur melawan pasukan Ghurka yang datang menyerang. Kini sebuah monumen peringatan bagi pahlawan yang gugur itu, tegak berdiri di depan Gedung Sate. Sebuah teropong tersedia tepat di puncak menaranya. Dengan bantuan teropong tersebut, kita dapat dengan jelas melihat gunung Tangkuban Parahu.
Istana Bogor
Bangunan yang awalnya diberi nama Buitenzorg (yang artinya lepas dari semua beban) ini didirikan oleh Gubernur Jenderal Belanda, Baron Gustaaf Willem Van Imboff pada tahun 1745. Pada mulanya, bangunan ini berfungsi sebagai tempat peristirahatan di akhir pekan dan hari libur. Kemudian dipakai sebagai tempat kediaman resmi para Gubernur Jenderal dan pejabat pemerintahan Hindia Belanda sejak tahun 1870 hingga tahun 1942. Kini bangunan ini menjadi salah satu istana kepresidenan Republik Indonesia.
Di istana yang megah dan mewah ini, tercatat dua kejadian besar bertaraf internasional yang pernah diselenggarakan. Yang pertama yaitu diselenggarakannya konferensi lima negara (India, Pakistan, Birma, Ceylon dan Indonesia) pada tahun 1954 dan tempat diselenggarakannya pertemuan APEC pada tahun 1994.
Di area istana Bogor ini tumbuh sekitar 100 pohon yang besar serta ratusan ekor rusa yang hidup bebas. Hal lain yang cukup menarik perhatian para pengunjung istana Bogor ini adalah tersimpannya sekitar 219 lukisan karya para pelukis ternama dan 136 patung atau keramik di dalam bangunan istana. Untuk memasuki bangunan ini, diperlukan ijin khusus dari Sekretariat Negara di Jakarta atau dari kepala pengurus istana Bogor ini.
Keraton Kasepuhan
Keraton Kasepuhan, atau yang dulunya dikenal dengan keraton Pakungwati merupakan tempat bersejarah penyebaran agama Islam di Cirebon. Tempat ini merupakan pusat penyebaran Islam di daerah Cirebon yang dipimpin langsung oleh Sunan Gunung Djati (Syekh Syarif Hidayatullah).Nama Pakungwati diambil dari nama seorang anak perempuan putri Pangeran Cakrabuana (Ratu Ayu Pakungwati) yang merupakan anak dari Prabu Siliwangi, raja Pajajaran, yang menikah dengan Sunan Gunung Djati, yang di kemudian hari menjadi kepala pemerintahan di keraton ini.
Di areal keraton Kasepuhan ini banyak terdapat peninggalan-peninggalan bersejarah yang merupakan warisan budaya Islam jaman dahulu yang masih ada sampai sekarang, seperti gamelan Sekaten sebagai simbol dakwah Islam melalui budaya lokal, kereta Singa Barong sebagai simbol persahabatan dengan negara Cina, India dan Mesir, dan alat-alat kemiliteran jaman dulu seperti keris, tombak dan baju perang.
Makam Sunan Gunung Jati
Makam Sunan Gunung Jati berada di area yang bernama Astana Sunan Gunung Jati. Area ini merupakan lokasi dikebumikannya para sultan pemerintahan kerajaan Cirebon yang memimpin pada waktu itu. Para petinggi eksekutif kerajaan Cirebon dimakamkan di tempat ini, mulai dari Sunan Gunung Jati sampai dengan Sultan Saifuddin Matangaji.
Tempat ini merupakan pusat kegiatan wisata perjalanan religi yang ada di daerah Cirebon, selain tempat-tempat serupa yang berada di daerah Cirebon. Para peziarah yang datang ke tempat ini tidak hanya berasal dari masyarakat penduduk lokal sekitar Cirebon saja, tetapi juga dari pelosok nusantara bahkan para peziarah luar negeri seperti Cina, Malaysia, Singapura dan Brunei Darussalam tercatat pernah mengunjungi tempat ini.
Area makam di Astana Sunan Gunung Jati ini sangat unik, terutama dari arsitek bangunannya. Keunikan ini terlihat dari dinding-dinding yang berukir motif-motif budaya jaman dahulu serta penuhnya dinding-dinding di sekitar makam oleh tempelan mangkok serta piring porselein yang kebanyakan berasal dari daerah Cina.
Villa Isola
Salah satu karya arsitektur yang membentuk citra kota Bandung adalah Villa Isola yang didesain oleh C.P. Wolff Schoemaker. Bangunan yang didirikan tahun 1933 ini merupakan pembangkit memori sebagian besar masyarakat akan kota Bandung. Setiap melihat gambar Villa Isola, ingatan masyarakat tertuju pada kota Bandung. Peran suatu karya arsitektur dalam membangkitkan kenangan orang banyak akan suatu tempat merupakan salah satu aspek dalam penilaian makna kultural yang dimiliki bangunan tersebut. Aspek lain adalah sejarah, estetika, dan ilmu pengetahuan.
Suatu karya arsitektur yang baik tak hanya memiliki makna kultural yang mampu membangkitkan kenangan orang banyak terhadap suatu tempat, tetapi juga mampu meninggalkan kenangan dan kesan mendalam pada orang banyak terhadap karya itu sendiri. Bila hal ini terjadi, maka karya tersebut dapat dikategorikan sebagai karya arsitektur monumental.
Pada Villa Isola, pembangkit kenangan yang utama adalah bentuknya yang tidak lazim jika dibandingkan dengan bangunan lain dengan fungsi yang sama (sebagai rumah tinggal). Hal ini terlihat jelas saat melintasi jalan Setiabudhi yang menghubungkan kota Bandung dengan Lembang. Lebih dekat dengan bangunan yang kini berfungsi sebagai kantor rektorat Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) ini, akan terasa adanya pengolahan tapak (lahan) yang sesuai dengan bentuk bangunan. Kedua unsur tersebut, bangunan dan lahan, membentuk kesatuan. Hal-hal di ataslah yang menjadi alasan mengapa bangunan ini dapat dikategorikan sebagai karya arsitektur monumental.
Prasasti ini terletak di pinggir sungai Ciaruteun. Pada prasasti ini terdapat lukisan laba-laba dan tapak kaki yang dipahatkan pada tulisannya. Bacaannya terdiri atas empat baris yang ditulis dalam bentuk puisi. Isi dari prasasti Ciaruteun yang terbuat dari batu andesit adalah "srimarah purnavarmanah, tarumanagarendrasya, visnor iva padadvayam", yang berarti "Ini (bekas) dua kaki yang seperti kaki dewa Wisnu, ialah kaki yang mulia Sang Purnawarman, raja di negari Taruma, raja yang gagah berani di dunia".
Pada tahun 1981, prasasti ini dipindahkan ke tempat yang datar dan telah dibuatkan cukup pengaman. Prasasti ini juga telah tercatat dalam laporan kepurbakalaan Jawa Barat pada tahun 1914. Pada permulaan tahun 2003, prasasti ini dipindahkan ke sebuah bangunan yang bergaya Joglo yang berada di tepi sungai Ciaruteun, desa Ciampea, Bogor.
Candi Cangkuang
Candi Cangkuang berdiri di atas puncak bukit Pulo Panjang, berukuran 4,5 x 4,5 m2 dengan pintu candi menghadap ke timur. Untuk mencapai pintu candi, harus menaiki sepuluh anak tangga terlebih dahulu. Di dalam candi Cangkuang terdapat sebuah patung dewa Siwa yang sedang duduk bersila. Tangan dan beberapa bagian tubuh patung tersebut sudah tidak utuh lagi. Patung yang dapat diangkat dan dipindahkan ke tempat lain tersebut, menyatu dengan lempengan penutup sumur yang ada di dalam candi. Jika patung diangkat maka akan tampak sumur candi yang dalam dan gelap. Sumur ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan abu jenazah.
Candi Cangkuang diperkirakan merupakan bangunan peninggalan abad VII Masehi. Perhitungan tahun ini didasarkan pada perhitungan usia kelapukan batu candi dan relief garis candi yang masih sederhana. Diperkirakan candi tersebut berasal dari jaman Kerajaan Pajajaran, karena belum ditemukan prasasti dan keterangan tertulis yang dapat memastikan keberadaannya.
Sejarah penemuan candi Cangkuang dimulai sekitar tahun 1893. Pada waktu itu di kecamatan Karang Pawitan (berjarak sekitar 20 km dari Cangkuang) ditemukan sebuah kitab kuno berjudul Batavia Guinneskoop yang ditulis orang Belanda bernama Voderman. Di dalam kitab tersebut ada cerita mengenai keberadaan sebuah patung Syiwa dan makam Arif Muhammad di daerah Cangkuang. Pada tanggal 9 Desember 1966, seorang arkeolog Islam bernama Uka Tjandrasasmita mengadakan penelitian ke daerah Cangkuang dan menemukan batu-batu bekas reruntuhan bangunan dan sebuah patung Siwa seperti yang diungkapkan Voderman. Oleh karena itu, Uka Tjandrasasmita dianggap sebagai penemu Candi Cangkuang.
Gedung Merdeka
Gedung Merdeka terletak di jalan Asia Afrika nomor 65 Bandung. Gedung ini dibangun untuk pertama kalinya pada tahun 1895. Pada waktu itu hanya berupa bangunan sederhana yang digunakan sebagai semacam warung kopi. Selanjutnya, secara berturut-turut, yakni pada tahun 1920 dan 1928, gedung tersebut direnovasi sehingga menjadi gedung dalam bentuk yang sekarang.
Pembangunan gedung tersebut terakhir dilakukan dengan rancangan yang dibuat oleh dua orang arsitek berkebangsaan Belanda bernama Van Gallen Last dan C.P. Wolff Schoemaker. Keduanya adalah guru besar pada Technische Hogeschool (Sekolah Teknik Tinggi), yaitu yang sekarang dikenal sebagai ITB.
Pada waktu itu, gedung yang diberi nama Sociteit Concordia ini dipergunakan sebagai tempat rekreasi oleh sekelompok masyarakat Belanda yang berdomisili di kota Bandung dan sekitarnya. Mereka adalah para pegawai perkebunan, perwira, pembesar, pengusaha, dan kalangan lain yang cukup kaya. Pada hari libur, terutama di malam hari, gedung ini dipenuhi oleh mereka untuk menonton pertunjukan kesenian, makan malam, dan hiburan lainnya. Sociteit Concordia termasuk gedung paling mewah bila dibandingkan dengan gedung-gedung Sociteit lainnya yang ada di kota Bandung.
Gedung Perundingan Linggarjati
Bangunan ini terletak di desa Linggarjati, kecamatan Cilimus, yang berada di di kaki gunung Ciremai bagian tenggara. Lokasinya berjarak kira-kira 14 km arah utara dari kota Kuningan, atau kira-kira 26 km arah selatan dari kota Cirebon.
Pada tanggal 11 s.d. 15 November 1946, bangunan ini dipergunakan sebagai tempat perundingan antara pemerintah Indonesia dengan Belanda. Dr. Van Boer merupakan perwakilan dari Belanda, sedangkan pihak Indonesia diwakili oleh Perdana Menteri Sutan Syahrir dengan didampingi oleh Gani Susanto Tirtodirojo dan Mr. Mohamad Roem. Yang berlaku sebagai penengah dalam perundingan ini adalah kerajaan Inggris yang diwakili oleh Lord Killearn.
Perundingan tersebut menghasilkan naskah Perjanjian Linggarjati yang terdiri atas 17 pasal, yang selanjutnya ditandatangani di Jakarta pada tanggal 25 Maret 1947.
Gedung Sate
Gedung yang dibangun pada tahun 1920 ini merupakan karya monumental maestro hasil rancangan arsitek besar, yaitu Ir. Gerber. Dengan gaya bangunan Italia di jaman Renaissance, bangunan ini memberikan kesan anggun, megah, monumental, indah dan unik.
Gedung ini dinamakan Gedung Sate karena di puncak gedung tersebut terdapat ornamen berbentuk sate yang terdiri atas enam bidang berbentuk bundaran. Keenam bundaran yang kemudian melambangkan sate itu memiliki arti enam gulden, yang berarti pemerintah saat itu menghabiskan dana sebesar enam juta gulden untuk membangun gedung tersebut.
Selain itu, Gedung Sate juga mempunyai nilai historis dalam masa perang kemerdekaan. Pada tanggal 3 Desember 1945, tujuh orang pemuda yang berjuang mempertahankan bangunan ini gugur melawan pasukan Ghurka yang datang menyerang. Kini sebuah monumen peringatan bagi pahlawan yang gugur itu, tegak berdiri di depan Gedung Sate. Sebuah teropong tersedia tepat di puncak menaranya. Dengan bantuan teropong tersebut, kita dapat dengan jelas melihat gunung Tangkuban Parahu.
Istana Bogor
Bangunan yang awalnya diberi nama Buitenzorg (yang artinya lepas dari semua beban) ini didirikan oleh Gubernur Jenderal Belanda, Baron Gustaaf Willem Van Imboff pada tahun 1745. Pada mulanya, bangunan ini berfungsi sebagai tempat peristirahatan di akhir pekan dan hari libur. Kemudian dipakai sebagai tempat kediaman resmi para Gubernur Jenderal dan pejabat pemerintahan Hindia Belanda sejak tahun 1870 hingga tahun 1942. Kini bangunan ini menjadi salah satu istana kepresidenan Republik Indonesia.
Di istana yang megah dan mewah ini, tercatat dua kejadian besar bertaraf internasional yang pernah diselenggarakan. Yang pertama yaitu diselenggarakannya konferensi lima negara (India, Pakistan, Birma, Ceylon dan Indonesia) pada tahun 1954 dan tempat diselenggarakannya pertemuan APEC pada tahun 1994.
Di area istana Bogor ini tumbuh sekitar 100 pohon yang besar serta ratusan ekor rusa yang hidup bebas. Hal lain yang cukup menarik perhatian para pengunjung istana Bogor ini adalah tersimpannya sekitar 219 lukisan karya para pelukis ternama dan 136 patung atau keramik di dalam bangunan istana. Untuk memasuki bangunan ini, diperlukan ijin khusus dari Sekretariat Negara di Jakarta atau dari kepala pengurus istana Bogor ini.
Keraton Kasepuhan
Keraton Kasepuhan, atau yang dulunya dikenal dengan keraton Pakungwati merupakan tempat bersejarah penyebaran agama Islam di Cirebon. Tempat ini merupakan pusat penyebaran Islam di daerah Cirebon yang dipimpin langsung oleh Sunan Gunung Djati (Syekh Syarif Hidayatullah).Nama Pakungwati diambil dari nama seorang anak perempuan putri Pangeran Cakrabuana (Ratu Ayu Pakungwati) yang merupakan anak dari Prabu Siliwangi, raja Pajajaran, yang menikah dengan Sunan Gunung Djati, yang di kemudian hari menjadi kepala pemerintahan di keraton ini.
Di areal keraton Kasepuhan ini banyak terdapat peninggalan-peninggalan bersejarah yang merupakan warisan budaya Islam jaman dahulu yang masih ada sampai sekarang, seperti gamelan Sekaten sebagai simbol dakwah Islam melalui budaya lokal, kereta Singa Barong sebagai simbol persahabatan dengan negara Cina, India dan Mesir, dan alat-alat kemiliteran jaman dulu seperti keris, tombak dan baju perang.
Makam Sunan Gunung Jati
Makam Sunan Gunung Jati berada di area yang bernama Astana Sunan Gunung Jati. Area ini merupakan lokasi dikebumikannya para sultan pemerintahan kerajaan Cirebon yang memimpin pada waktu itu. Para petinggi eksekutif kerajaan Cirebon dimakamkan di tempat ini, mulai dari Sunan Gunung Jati sampai dengan Sultan Saifuddin Matangaji.
Tempat ini merupakan pusat kegiatan wisata perjalanan religi yang ada di daerah Cirebon, selain tempat-tempat serupa yang berada di daerah Cirebon. Para peziarah yang datang ke tempat ini tidak hanya berasal dari masyarakat penduduk lokal sekitar Cirebon saja, tetapi juga dari pelosok nusantara bahkan para peziarah luar negeri seperti Cina, Malaysia, Singapura dan Brunei Darussalam tercatat pernah mengunjungi tempat ini.
Area makam di Astana Sunan Gunung Jati ini sangat unik, terutama dari arsitek bangunannya. Keunikan ini terlihat dari dinding-dinding yang berukir motif-motif budaya jaman dahulu serta penuhnya dinding-dinding di sekitar makam oleh tempelan mangkok serta piring porselein yang kebanyakan berasal dari daerah Cina.
Villa Isola
Salah satu karya arsitektur yang membentuk citra kota Bandung adalah Villa Isola yang didesain oleh C.P. Wolff Schoemaker. Bangunan yang didirikan tahun 1933 ini merupakan pembangkit memori sebagian besar masyarakat akan kota Bandung. Setiap melihat gambar Villa Isola, ingatan masyarakat tertuju pada kota Bandung. Peran suatu karya arsitektur dalam membangkitkan kenangan orang banyak akan suatu tempat merupakan salah satu aspek dalam penilaian makna kultural yang dimiliki bangunan tersebut. Aspek lain adalah sejarah, estetika, dan ilmu pengetahuan.
Suatu karya arsitektur yang baik tak hanya memiliki makna kultural yang mampu membangkitkan kenangan orang banyak terhadap suatu tempat, tetapi juga mampu meninggalkan kenangan dan kesan mendalam pada orang banyak terhadap karya itu sendiri. Bila hal ini terjadi, maka karya tersebut dapat dikategorikan sebagai karya arsitektur monumental.
Pada Villa Isola, pembangkit kenangan yang utama adalah bentuknya yang tidak lazim jika dibandingkan dengan bangunan lain dengan fungsi yang sama (sebagai rumah tinggal). Hal ini terlihat jelas saat melintasi jalan Setiabudhi yang menghubungkan kota Bandung dengan Lembang. Lebih dekat dengan bangunan yang kini berfungsi sebagai kantor rektorat Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) ini, akan terasa adanya pengolahan tapak (lahan) yang sesuai dengan bentuk bangunan. Kedua unsur tersebut, bangunan dan lahan, membentuk kesatuan. Hal-hal di ataslah yang menjadi alasan mengapa bangunan ini dapat dikategorikan sebagai karya arsitektur monumental.
BUKU PANDUAN LENGKAP CARA CEPAT HAMIL, Untuk Pemesanan Klik Banner di Bawah Ini!!
Buku Panduan Lengkap Cara Cepat Hamil ini resmi diterbitkan oleh penerbitan online Digi Pustaka dan hingga saat ini sudah naik cetak sebanyak 5 kali Bonus KONSULTASI GRATIS.
jawa barat memang terkenal dengan kesejukannya...
ReplyDeleteselain itu ada lagi nggak tempat pariwisata di jawa barat....
ReplyDeletekapan kapan saya main ke jawa barat ah?
ReplyDeletepangandaran termasuk wilayah jawa barat kan..
ReplyDelete